Connect with us

Khutbah Jumat

HIKMAH MUHARRAM DAN KEIKHLASAN DALAM BERAMAL

Published

on

Hikmah Dalam kitab

السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الحمدُ للهِ الذي جَعَلَ الهِجْرَةَ طَرِيقاً إلى الجَنَّةِ، وَسَبِيلاً إلى رِضَا اللهِ، وَدَلِيلاً عَلَى صِدْقِ الإِيمَانِ.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيلُهُ، بَلَّغَ

الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى

سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الحَاضِرُونَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوتُنَّ

إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي القُرْآنِ العَظِيمِ: فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ.

Segala puji bagi Allah, Dzat yang Maha Pemurah, Maha Mengetahui isi hati,
dan Maha Menerima amal, meski amal itu sering kali sederhana dan penuh
kekurangan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, suri teladan yang mulia dalam ketulusan beramal
dan kerendahan hati dalam ibadah.

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah…

Kita kini telah berada di bulan Muharram, awal tahun Hijriyah yang penuh
makna. Bulan ini mengingatkan kita pada peristiwa besar: hijrah Rasulullah
dari Makkah ke Madinah. Hijrah yang bukan sekadar perpindahan fisik, tapi
perpindahan nilai dari takut kepada manusia menjadi takut hanya kepada
Allah, dari berharap dunia menuju berharap ridha-Nya semata.
Hijrah sejatinya adalah ajakan untuk memperbaiki niat, memperbaiki amal,
dan memperkuat ketulusan dalam setiap langkah hidup. Namun, di tengah
semangat beramal itu, pernahkah kita merenung sejenak: bagaimana jika
amal yang selama ini kita kerjakan ternyata tidak diterima? Bagaimana jika
salat kita, puasa kita, sedekah kita ternyata gugur di hadapan Allah karena
dilakukan dengan lalai atau niat yang tidak benar?

Ada sebuah nasihat penuh makna dari seorang ulama kharismatik asal
Tasikmalaya, alm. KH. Jaja Abdul Jabbar, Dewan Kiyai Pondok Pesantren
Miftahul Huda Manonjaya. Beliau berkata:
“Teu kudu menta babales dina amal, isin ku Allah. Ku amalna teu disiksa ogé
geus cukup jadi babales, sabab loba amal urang anu dilakukeunna lalai
jeung gagabah.”
Artinya: “Kita tidak perlu meminta balasan atas amal yang telah dilakukan,
karena kita malu kepada Allah. Jika dengan amal itu saja kita tidak disiksa, itu
sudah cukup sebagai balasan dari Allah. Sebab kita sadar banyak amal kita
yang dilakukan dengan lalai dan gegabah.” Betapa dalam pesan itu

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah…

Kita sering merasa sudah banyak beramal, tapi apakah benar amal itu
dilakukan dengan sepenuh hati? Atau hanya sekadar rutinitas, kebiasaan,
bahkan mungkin ingin dipuji?
Allah berfirman dalam surat Az-Zalzalah ayat 7:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan
melihat (balasan)-Nya”

Ayat ini mengajarkan bahwa setiap amal akan dibuka dan diperlihatkan. Tapi
bukan berarti kita menuntut balasan dari amal itu. Yang paling utama adalah
apakah amal itu diterima oleh Allah atau tidak. Dalam semangat Muharram,
mari kita meneladani orang-orang saleh yang lebih takut amalnya ditolak
daripada merasa bangga telah berbuat. Salah satunya adalah Sahabat Umar
bin Khattab Raḍiyallāhu ‘anhu. Beliau pernah berkata

﴾لو أعلم أن الله تقبل مني سجدة واحدة لتمتُّ شوقاً إلى الموت بعدها، لأن الله يقول: ﴿ إنما يتقبل الله من المتقين

“Seandainya aku tahu bahwa Allah menerima satu saja sujudku, sungguh aku
ingin mati setelahnya. Karena Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Allah hanya
menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa’”.
Ini bukan ucapan orang yang sedikit amalnya, tapi justru dari seorang yang
penuh amal, namun tetap takut tidak diterima

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah…

Orang-orang saleh zaman dahulu tidak pernah merasa pantas menuntut
surga. Mereka justru banyak menangis, memohon agar Allah sekadar
menerima amal mereka. Lihatlah tokoh Tabi’in Uwais al-Qarni, seorang hamba
yang tidak dikenal manusia, tapi dikenal oleh langit. Ia pernah berdoa

إلهي لست للفردوس أهلاً # ولا أقوى على نار الجحيم

فهب لي توبة واغفر ذنوبي # فإنك غافر الذنب العظيم

“Ya Allah, aku bukanlah ahli surga, dan aku pun tak sanggup menghadapi api
neraka Jahim. Maka anugerahkanlah kepadaku taubat, dan ampunilah dosa
dosaku. Sesungguhnya Engkau adalah Pengampun dosa-dosa besar”.
Inilah sikap orang-orang yang benar dalam berhijrah mereka tidak sibuk
menuntut balasan, tapi sibuk memperbaiki diri, memperbaiki niat, dan
memohon penerimaan.

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah…

Mari kita jadikan Muharram ini sebagai momentum hijrah amal, hijrah niat.
Beramallah bukan untuk mendapat pujian atau balasan, tapi sebagai bukti
cinta kepada Allah. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a saat
membangun Ka’bah:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ

“Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah : 127).

Kalau amal kita diterima Allah meski kecil, meski tak tampak oleh manusia itu
adalah anugerah terbesar. Dan bila dengan amal itu kita tidak disiksa, itu
sudah cukup sebagai rahmat Allah SWT

وبالله، واغفر عني

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku bersandar. Ampunilah aku”.
Semoga kita menjadi hamba-hamba yang ikhlas dalam amal, tidak banyak
menuntut, tapi selalu berharap diterima Allah SWT.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم.

KHUTBAH KEDUA

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2023 Miftahul Huda Pusat.

م?. محامي قضايا الجنح البسيطة.