Fakta Menarik
Ibnu Al-Haytham: Masalah Bukan Penghalang untuk Berkarya

Pernahkah kita membayangkan hidup di dalam penjara? Apa yang kita lakukan ketika dalam penjara? Mungkin kita akan menghabiskan waktu hanya termenung atau tidur dalam penjara. Andaikata bisa melakukan kegiatan yang produktif, paling ya beres-beres kamar atau olahraga. Kita mungkin tidak pernah terbayangkan untuk melakukan eksperimen dan menulis buku. Sebagaimana yang dilakukan ilmuwan Islam terdahulu, yakni Ibnu Al-Haytham.
Berdasarkan Jurnal HISTORIA Volume 5 Nomor 2 Tahun 2017 yang berjudul Tinjauan Biografi- Bibliografi Ibn Al-Haytham. Ibnu Haytham di barat dikenal dengan nama Alhazen. Beliau dilahirkan di kota Basrah tahun 965 Masehi. Dia menghabiskan waktu pendidikannya di kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Karya kebesarannya adalah penemuan kamera obscura atau kamar gelap. Penemuan luar biasa ini pula yang nantinya menjadi cikal bakal pembuatan kamera modern.
Kalau saat itu Ibnu Al-Haytham tidak menuliskan pengetahuannya mengenai kamera obscura, mungkin saat ini perkembangan teknologi kamera akan terhambat. Sebab pengetahuan dasar kamera obscura inilah yang menjadi prinsip dasar-dasar fotografi mengenai bagaimana cahaya dapat digunakan untuk merekam gambar.
Hal yang perlu kita kagumi dari Ibnu Al-Haytham, sebenarnya ada pada kepribadiannya dalam melakukan eksperimen kamera obscura, beliau melakukannya bukan di dalam ruangan kerja sebagaimana ilmuwan pada umumnya, tetapi ia melakukan eksperimen kamera obscura justru ketika ia berada dalam penjara yang Gelap dan terbatas.
Ibnu Al-Haytham menghabiskan waktunya selama 10 tahun melakukan eksperimen optic. Beliau juga menuliskan pengetahuan optiknya dalam sebuah buku yang bernama al-Manazir.
Kitab Al-Munazir adalah sebuah kitab yang terdiri dari tujuh jilid. Setiap jilid membahas mulai dari teori cahaya, penglihatan, pemantulan, pembiasan, dan berbagai fenomena optik lainnya. Hasil tulisannya ini kemudian menjadi rujukkan bagi para ilmuwan Barat di masa depan untuk membuat kamera.
Terbatas yang melampaui batas
Semuanya berawal dari kegagalannya membangun sebuah bendungan di kota Mesir. Saat itu, sang khalifah bernama Al-Hakim mencari seseorang yang mampu mengatasi banjir musiman yang berasal dari luapan air sungai Nil.
Negeri Mesir bukanlah wilayah yang tandus seperti Arab. Negeri ini termasuk wilayah yang subur berkat aliran sungai Nil.
Khalifah yang ingin musibah banjir segera berakhir, kemudian ia mengutus pasukannya mencari dan menyebarkan informasi ke berbagai wilayah Islam. Tujuannya untuk menemukan seorang ilmuwan jenius yang mampu mengatasi musibah ini dengan ilmunya.
Informasi pencarian ilmuwan untuk mengatasi banjir besar di negeri Mesir, akhirnya membuahkan hasil. Saat itu, Ibnu Al-Haytham yang mendapatkan informasi kebutuhan ilmuwan tersebut. Membuat ia langsung berinisiatif mengajukan diri untuk ikut serta membantu masyarakat Mesir mengatasi banjir. Apalagi saat itu, momennya bertepatan dengan Ibnu Al-Haytham yang ingin berkunjung ke Mesir.
Kunjungan ke Mesir tujuannya untuk memperdalam ilmunya dengan membaca ratusan buku yang ada di perpustakaan Dar Al-Hikmah, sekaligus sebagai bentuk pengabdiannya mengamalkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat
Setibanya di Mesir, beberapa sejarawan menyebut Ibn Al-Haytham kedatangannya sangat disambut oleh khalifah. Ibnu Al-Haytham lalu diberikan berbagai fasilitas dan dana untuk membuat rancangan bendungan yang ingin ia buat. Namun sayangnya, ketika Ibnu Al-Haytham menelusuri sungai Nil untuk melakukan riset lapangan.
Dia yang awalnya yakin mampu membangun bendungan, mulai merasa tidak yakin. Ketidakpercayaan diri ini muncul karena saat itu pengetahuannya belum mampu menjawab masalah dan teknologi juga sangat terbatas. Teknologi masa itu belum secanggih pada zaman modern ini. Apalagi untuk membuat bendungan untuk mengatasi banjir ini masih hanyalah sebuah ide.
Ibnu Al-Haytham belum pernah sama sekali membangun proyek bendungan. Kalau kita hidup pada posisi itu, maka kita tentu memilih menyerah dan tidak melanjutkan proyek pembangunan bendungan. Sebab secara perhitungan, pembangunan bendungan adalah proyek yang mustahil terlaksan pada masa itu.
Khalifah Al-Hakim yang telah mengeluarkan banyak dana dan memberikan berbagai fasilitas kepada Ibnu Al-Haytham. Tentu hal ini menjadi cikal bakal kemarahan khalifah.
Peneliti sejati
Karna merasa sangat marah dan kecewa karena masalah banjir tidak mampu teratasi oleh ilmuwan tersebut. Sehingga Marahnya khalifah membuat Ibn Al-Haytham terdakwa harus masuk kedalam penjara.
Jika kita berada pada posisi itu, tentu kita sangat merasa terpukul karena kegagalan yang telah kita perbuat. Kita saat berada dalam penjara hanya bisa pasrah akan hidup dan menderita karena kebebasan kita sudah tidak ada, dan Tentu ini menjadi masalah besar.
Tapi, hal yang perlu kita kagumi dari Ibnu Al-Haytham ketika berada dalam penjara, dengan segala situasi dan kondisi yang terbatas. Beliau bukannya pasrah akan hidup, melainkan ia tetap terus berkarya. Ibnu Al-Haytham daripada berpasrah dan menyesali akan nasib hidupnya. Ibnu Haytham justru sibuk memfokuskan diri untuk berkarya dalam bidang lain, yaitu fokus pada bidang optic.
Ketika Ibn Al-Haytham melihat cahaya masuk dari lubang jendela penjara. Pengamatan itu membuat ia tertantang untuk membuktikan teori cahaya Ptolemy dan Euclid itu keliru dengan melakukan eksperimen kamera obscura. Dari eksperimen menunjukkan, bahwa cahaya terpantul dari objek dan bayangannya menembus mata, sehingga memungkinkan manusia bisa melihat.
Hikmah
Kisah Ibnu Al-Haytham mengajarkan kita sebuah teladan yang luar biasa, “kegagalan bukanlah penghalang untuk kita terus berkarya“.
Kadang kala ketika kita mendapatkan sedikit cobaan, baik itu ketika belajar di bangku pendidikan dan menjalankan karir. Kita justru mudah menyerah dan berputus asa. Padahal bisa jadi, cobaan yang kita hadapi saat inilah membuat kita terbentuk mentalitas pantang menyerah.
Dengan mentalitas pantang menyerah inilah yang dapat membuat kita terus selalu belajar dari kegagalan. Dengan mentalitas pantang menyerah, insyaallah dapat membentuk kita menjadi pribadi yang berkualitas dan lebih baik lagi.
Jika kita ingin dunia mengenali kita layaknya Ibnu Al-Haytham, maka kita janganlah mudah menyerah. Apapun tantangannya harus kita hadapi. Jika gagal janganlah bersedih hati, tapi carilah hal-hal baru yang dapat membuat kita bisa terus belajar dan berkarya. Sebagaimana Ibnu Al-Haytham ajarkan kepada kita, bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan langkah kita untuk memulai kembali menghasilkan karya-karya baru.
Editor: anugrah24