Connect with us

Hikmah

Khaulah binti Hakim: Perempuan Bijak dan Kritis

Published

on

Khaulah binti Hakim: Perempuan Bijak dan Kritis

Siang hari di Madinah. Umar bin Khattab, sang Amirul Mukminin, baru saja keluar dari masjid bersama sahabatnya, Al-Jarud al-‘Abdi. Tiba-tiba, dari kejauhan, datanglah Khaulah binti Hakim seorang perempuan bijak dan kritis dengan langkah mantap. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya penuh wibawa.

Umar memberi salam, dan perempuan itu menjawab dengan ramah. Setelah memperhatikan, Khaulah binti Hakim tersenyum tipis lalu berkata, “Wahai Umar… dulu aku mengenalmu sebagai Umair di Pasar ‘Ukazh. Waktu itu, kerjaanmu menakut-nakuti anak kecil dengan tongkat. Sekarang lihatlah… engkau menjadi Umar, Amirul Mukminin. Maka, bertakwalah kepada Allah dalam memimpin rakyatmu.”

Belum selesai di situ. Ia melanjutkan, “Ingatlah, siapa yang takut pada ancaman Allah akan merasa sesuatu yang jauh itu dekat. Dan siapa yang takut kematian, ia akan takut menyia-nyiakan kesempatan.”

Al-Jarud yang berdiri di samping Umar tampak mulai “gerah”. Ia menegur, “Wahai perempuan, ucapanmu sudah terlalu banyak kepada Amirul Mukminin.”

Tapi Umar justru tersenyum dan berkata, “Biarkan saja, Al-Jarud. Apakah kamu tidak mengenalnya? Dia adalah Khaulah binti Hakim. Ucapannya didengar oleh Allah. Demi Allah, Umar ini lebih butuh mendengar kata-katanya.”

Memetik Hikmah

Setiap kisah punya pesan, tapi tidak semua pesan bisa sampai ke hati jika tidak di ceritakan dengan tulus. Kisah pertemuan Umar bin Khattab dengan Khaulah binti Hakim ini bukan sekadar catatan sejarah, tapi potret nyata hubungan sehat antara pemimpin dan rakyat.

Di satu sisi, kita melihat keberanian seorang rakyat biasa yang tak ragu mengingatkan pemimpinnya. Di sisi lain, kita menyaksikan kebesaran jiwa seorang pemimpin yang tidak alergi kritik, bahkan menganggapnya sebagai anugerah. Dari sinilah kita bisa memetik beberapa hikmah:

1. Pemimpin sejati mau mendengar
Umar tidak memutus pembicaraan, apalagi tersinggung. Ia justru memberi ruang. Pemimpin yang baik bukan hanya memimpin, tapi juga siap dinasihati.

2. Rakyat berhak bersuara
Khaulah binti Hakim tidak diam ketika melihat potensi kelalaian. Ia bicara dengan santun, tapi tegas. Islam memang mendorong kita untuk saling menasihati dalam kebenaran.

3. Jabatan itu sementara
Pesan Khaulah mengingatkan, kekuasaan hanyalah amanah. Semua akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Reflektif

Khaulah binti Hakim mengajarkan bahwa kebenaran harus di ucapkan, meskipun di hadapan orang yang punya kekuasaan besar sekalipun. Umar bin Khattab mengajarkan bahwa nasihat adalah rezeki, bukan ancaman.

Mungkin, kalau kita hidup di zaman itu, kita akan mengingat momen ini sebagai hari ketika seorang perempuan bijak “menegur” pemimpin paling tegas di dunia, dan sang pemimpin menerimanya dengan lapang dada.

Editor: anugrah24

Sumber: Al-Iṣābah fī Tamyīz aṣ-Ṣaḥābah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani (Beirut, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H, VIII:115–116)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2023 Miftahul Huda Pusat.

Cover
Radio Santri
Murottal, Kajian, dan Sholawat
🔉 🔊
تعمیر فن کویل و سرویس فن کویل اعزام فوری. الأنشطة اللتي نقدمها في تميز للوقود. Let’s work together on your next marketing project.